JAKARTA, Siletperistiwa.com – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
Tersangka INDRIATI PUTRI binti M. SYAFARI dari Kejaksaan Negeri Banjarbaru yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka IKHSAN KAMARULLAH bin ARBAIN dari Kejaksaan Negeri Tapin yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) dan Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka REZA HERI RAMADAN bin ERI Pgl REZA dari Kejaksaan Negeri Solok Selatan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka ARI YOKA PUTRA bin SAM EFENDI Pgl ARI dari Kejaksaan Negeri Solok Selatan yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP atau Pasal 480 ke-2 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka I MUHAMMAD AMINUDIN MARBUN Pgl AMIN bin DAHLAWI MARBUN dan Tersangka II HERMAN PELANI NDRURU Pgl HERMAN bin FAUNA SAKHI NDRURU dari Cabang Kejaksaan Negeri Pasaman Barat di Air Bangis yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
Tersangka EDI PITOKO alias SURO bin MADIKUN dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka LUKMANSYAH alias LUKMAN bin (alm) MASER dari Kejaksaan Negeri Pulang Pisau yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka EVARITUS RAJA alias RINTO dari Kejaksaan Negeri Ngada yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1)
(Erick)
Leave a Reply