TELUK KUANTAN, Siletperistiwa.com – Sejumlah Security PT. Wanasari Nusantara bersikap arogan terhadap wartawan saat menjalankan tugas peliputan di perkebunan milik PT tersebut, Selasa (6/6/23). Hal itu sangat bertentangan dengan Undang-Undang Pers No.40 tahun 1999.
Adapun di dalam Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas mengatur kebebasan pers. Sementara terkait keterbukaan informasi diatur dalam Undang-Undang No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya.
Setiap orang juga berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia sebagaimana yang tercantum dalam amandemen UUD 1945 Pasal 28. Ketentuan mengenai keterbukaan informasi publik diatur dalam Undang-Undang No.14 tahun 2018.
Berdasarkan semua peraturan di atas, maka orang yang menghambat atau menghalangi kerja wartawan dapat dipidana sebagaimana Pasal 18 Ayat (1) UU Pers No.40 tahun 1999 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.”
Hal itu terjadi kepada dua orang wartawan yang sedang melakukan tugas peliputan di area perkebunan PT. Wanasari Nusantara yakni Anasrul Mardiansyah selaku Ketua DPP Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Riau yang juga Dewan Redaksi Media GardaTipikor. Com, bersama seorang rekannya Ihkzar atau lebih di kenal Rapi, dari media JetSiber dan salah satu anggota organisasi Forum Pers Independent Indonesia (FPII).
Kedua wartawan tersebut mengatakan di saat terjadi konflik sengketa lahan antara masyarakat kuantan singingi dengan PT. Wanasari Nusantara keduanya berada di perkebunan tersebut yang berlokasi di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, dengan maksud ingin melakukan peliputan di lokasi konflik. Keduanya pun mencoba mewawancarai humas perusahaan di lokasi konflik dengan disaksikan Bhabinkamtibmas Wisnu Putut.
Pada saat itu, warga tidak terima dan merasa lahannya di serobot perusahaan yang mendatangkan alat berat berupa 4 unit excavator langsung ke lapangan. Atas tindakan dari PT tersebut, masyarakat pun melakukan aksi yang meminta agar diberhentikan dulu alat beratnya, sebelum ada penyelesaian dari dinas terkait terkait sengketa lahan tersebut.
Sebelum melakukan aksi warga sudah mencoba bernegosiasi dengan pihak perusahaan melalui humas perusahaan, namun pihak perusahaan tetap menjalankan alat beratnya yang mengakibatkan terjadinya bentrok di tengah-tengah lapangan.
Kemudian, warga langsung mendatangi alat berat yang sedang berkerja untuk meminta operator menghentikan aktivitasnya, akan tetapi dihalangi oleh sejumlah security perusahaan, sehingga bentrok antara warga dan security tak bisa ditahan. Warga yang melakukan aksi sebagiannya ibu-ibu. Ada yang pingsan dan tergeletak di tanah, ada yang terjatuh dan terkilir akibat aksi dorong mendorong dengan pihak security.
Tidak sampai di situ, arogansi security PT. Wanasari Nusantara juga dilakukan terhadap wartawan yaitu Anasrul Mardiansyah yang melakukan peliputan. Security mendorong tubuh Anasrul dengan beringas, memaki dan melecehkan profesi wartawan seakan-akan hendak memukul dan mengeroyok Anasrul yang sudah mereka kepung. Hal itu dibenarkan oleh sejumlah warga yang menyaksikan saat Anasrul dikepung dan didorong oleh security PT. Wanasari Nusantara.
Bahkan ada ibu-ibu berteriak, “Ya Allah, panggil teman bapak itu, panggil teman bapak itu..bantu bapak itu. Teriak seorang ibu-ibu di tengah konflik.
Kejadian itu, juga bisa dilihat dalam video yang berdurasi pendek yang sempat direkam warga, bagaimana arogansi security terhadap wartawan yang dikepung dan didorong. Namun Anasrul tidak melakukan perlawanan, hanya berusaha keluar dari kepungan security PT. Wanasari Nusantara.
Di sisi lain, wartawan yang biasa di panggil Rapi dari media JetSiber anggota FPII, saat itu mencoba mewawancarai operator alat berat yang sudah berhenti bekerja, namun di halang-halangi oleh security dan seorang yang berpakaian biasa, mereka membentak-bentak wartawan tersebut. Mendengar adanya perlakuan kasar terhadap wartawan, maka PPWI dan FPII tentunya tidak terima dengan perlakuan yang dialami oleh kedua anggotanya.
Kedua organisasi pers tersebut akan menempuh jalur hukum, sesuai Undang-Undang Pers dan akan melayangkan surat protes ataupun somasi ke pihak perusahaan melalui Tim Kuasa Hukum kedua Organisasi Pers tersebut.
Ketum Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesian, Wilson Lalengke S.Pd, M.Sc, MA, Perintahkan anggotanya yang mendapat perlakuan security tersebut, Anasrul Mardiansyah yang menjabat sebagai ketua DPD Provinsi Riau ini untuk membuat surat protes ke perusahaan itu, minta PH PPWI Riau buat somasi sebelum dibuat LP ke Polda Riau, itu bentuk intimidasi, persekusi, dan pengancaman secara fisik. Orang gemuk buntal itu yang nyata-nyata dalam video itu terlihat beringas dan tidak beradab. Saya mengecam dan mengutuk keras perilaku para begundal perusahaan itu. Pimpinan perusahaan harus bertanggung jawab atas insiden itu. Perusahaan itu tidak menghargai Pemerintah Kabupaten setempat yang sudah mengeluarkan surat ke Sekretariat Presiden untuk penyelesaian kasus tersebut melalui proses mengeluarkan lokasi milik masyarakat dari HGU perusahaan. Tegas, Wilson Lalengke lulusan program pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University Inggris ini,
Lebih jauh, perusahaan itu bisa dipidana dengan dugaan melakukan penyerobotan lahan, terutama pada lahan yang sudah bersertifikat. Pemerintah Kabupaten Kuansing harus membantu masyarakatnya, harus lebih tegas lagi terhadap perusahaan wanasari itu. Kalau perlu Pemkab bisa kerahkan polisi untuk menjaga dan melarang perusahaan itu melakukan tindak pidana dengan memasuki areal yang menjadi hak milik masyarakat. Tutup Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini
(Tim/Red)
Leave a Reply