
PEKANBARU, SILETperistiwa.com – Pernikahan secara adat atau yang dikenal dengan istilah “nikah sirih” masih menjadi pilihan utama sebagian masyarakat di Riau, khususnya di Kota Pekanbaru. Kendati demikian, pernikahan ini sering tidak diiringi dengan pencatatan resmi negara, sehingga berisiko menimbulkan persoalan hukum dan sosial di kemudian hari.
Salah seorang narasumber yang diwawancarai media ini, M. Yusrizal, warga Pekanbaru, mengungkapkan bahwa dirinya menikah dengan istrinya secara adat pada tahun 2024, namun baru mencatatkan pernikahannya secara resmi satu tahun kemudian.
“Awalnya karena biaya dan keinginan orang tua, kami hanya menikah secara adat. Tapi lama-kelamaan saya sadar bahwa penting untuk mencatatkan ke KUA karena menyangkut masa depan anak dan istri,” ungkapnya kepada media ini, Kamis (10/7/2025).
Pernikahan adat atau sirih memang masih dianggap sah secara sosial dan agama oleh sebagian besar masyarakat. Namun, bagaimana posisi pernikahan seperti ini dalam kaca mata hukum negara?
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019, disebutkan bahwa:
Pasal 2 ayat (1): “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.”
Namun pada ayat (2) ditegaskan bahwa:
Pasal 2 ayat (2): “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Artinya, meskipun secara agama atau adat perkawinan dianggap sah, namun hukum negara menuntut pencatatan resmi sebagai syarat administratif agar pasangan tersebut diakui secara hukum.
Keuntungan Menikah Secara Resmi;
1. Status Hukum Yang Jelas
Menikah secara resmi memberikan kejelasan status hukum suami, istri, dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Hal ini penting untuk berbagai urusan administrasi seperti Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, BPJS, warisan, hingga pembagian harta.
2. Perlindungan Bagi Perempuan dan Anak
Dalam pernikahan yang tidak tercatat, perempuan dan anak-anak sering kali dirugikan secara hukum. Misalnya, istri tidak bisa menuntut hak nafkah atau warisan karena tidak memiliki bukti kuat sebagai pasangan sah.
3. Hak Waris dan Perdata Lainnya
Anak-anak yang lahir dari perkawinan tidak tercatat secara hukum disebut sebagai anak luar kawin dan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya. Ini dapat menimbulkan persoalan serius di masa depan, khususnya terkait hak waris atau pengakuan identitas.
4. Akses Layanan Publik dan Administrasi
Tanpa dokumen sah, seperti buku nikah, pasangan tidak bisa mengurus Kartu Keluarga, akta kelahiran anak, maupun mengakses bantuan sosial pemerintah.
Dampak Negatif Menikah Tanpa Pencatatan Resmi
1. Rentan Sengketa
Banyak kasus pernikahan sirih yang berakhir konflik, seperti perebutan anak, penelantaran istri, atau perebutan harta warisan. Karena tidak ada bukti hukum, pihak perempuan seringkali menjadi korban ketidakadilan.
2. Tidak Diakui Negara
Jika perkawinan tidak tercatat, maka negara menganggap pasangan tersebut belum menikah. Ini membuat mereka sulit mengakses hak-hak hukum sebagai pasangan sah.
3. Sulit Mengurus Perceraian
Ketika terjadi konflik dan pasangan ingin berpisah, mereka tidak bisa menempuh jalur hukum karena pernikahan mereka tidak pernah tercatat di lembaga negara. Akibatnya, perceraian juga menjadi tidak sah, sehingga berimplikasi pada hak asuh anak, nafkah, dan pembagian harta.
4. Diskriminasi terhadap Anak
Anak hasil pernikahan sirih sering kali mengalami diskriminasi karena dokumen mereka tidak lengkap atau tidak mencantumkan nama ayah. Meski Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa anak luar kawin tetap memiliki hak perdata terhadap ayah biologisnya, namun pembuktiannya rumit dan memerlukan proses hukum panjang.
Mengapa Pernikahan Adat Masih Diminati?
Dalam survei kecil yang dilakukan media ini terhadap 15 pasangan muda di wilayah pinggiran Pekanbaru, 7 di antaranya mengaku memilih menikah secara adat dahulu karena alasan biaya dan tuntutan keluarga.
“Kalau langsung ke KUA, harus ada banyak syarat, termasuk surat numpang nikah, biaya mahar sesuai adat, dan lainnya. Belum lagi prosesnya cukup lama. Sedangkan adat bisa langsung dilangsungkan,” kata Rismawati, seorang ibu muda di Kota Pekanbaru.
Kesimpulan
Pernikahan adat atau sirih memang memiliki nilai budaya yang tinggi dan mencerminkan identitas lokal. Namun, tanpa pencatatan resmi, pasangan dan anak-anak mereka akan menghadapi tantangan hukum dan administratif yang berat.
Keuntungan dari pencatatan pernikahan tidak hanya berdampak pada akses dokumen atau pelayanan publik, tetapi juga menyangkut perlindungan hukum yang menyeluruh.
Penulis : Sri Delima Maharani
Leave a Reply