“Ini Bukan Wajah Polri”: Pensiunan Ungkap Kejanggalan Penangkapan IRT Kasus ITE

Teks foto: Dua purnawirawan, Buha Purba dan Ganda Simatupang, memperlihatkan berkas pengaduan resmi yang mereka tujukan kepada Polda Riau terkait dugaan kejanggalan penyidikan kasus ITE.

Pekanbaru, Siletperistiwa.com – Sebuah drama penegakan hukum kembali mencuat di Riau. Seorang ibu rumah tangga berinisial M menjadi tersangka dugaan pelanggaran UU ITE,

Namun yang justru tampil menantang prosedur penyidik adalah dua mantan polisi Buha Purba dan Ganda Simatupang. Mereka menyebut proses penangkapan terhadap keluarga mereka sebagai tindakan yang “merusak martabat kepolisian.”

Keduanya bukan figur sembarangan. Buha Purba merupakan mantan Humas Polres Bengkalis, sementara Ganda Simatupang adalah purnawirawan Polda Riau sekaligus ayah kandung M.

Selama puluhan tahun mereka mengabdi di institusi yang sama dengan para penyidik yang kini mereka persoalkan. Hari ini, mereka berdiri sebagai pihak yang merasa dirugikan.

“Kami menyaksikan sendiri bagaimana anak dan menantu diperlakukan. Itu bukan wajah Polri yang kami bela,” ujar keduanya dengan suara tertahan dalam wawancara eksklusif, Sabtu sore, 22 November 2025, di depan Kantor PPID Polda Riau.

Pada Senin, 24 November 2025, keluarga akan melayangkan pengaduan resmi ke Polda Riau. Mereka menegaskan langkah tersebut bukan bentuk perlawanan terhadap institusi, melainkan tuntutan akan keadilan yang seharusnya dijaga oleh kepolisian.

Penangkapan Ala Kurir COD

Dalam penuturan keluarga, peristiwa itu dimulai ketika enam polisi mendatangi rumah mereka tanpa berseragam, menyaru sebagai kurir COD Shopee. Cara masuknya halus, tetapi prosedurnya, menurut keluarga, jauh dari standar yang ditetapkan KUHAP maupun Perkap 6/2019.

Begitu pintu terbuka, situasi langsung berubah. Menantu Ganda dipiting oleh enam polisi, tepat di depan dua anak kecil yang menangis ketakutan.

“Itu pemandangan yang memalukan. Bukan hanya bagi keluarga kami, tetapi bagi profesi yang kami cintai,” ungkap Ganda, mantan Kanit Reskrim, dengan suara bergetar.

Kejanggalan Barang Bukti

Masalah lain muncul pada barang bukti. Ponsel yang dijadikan dasar penetapan tersangka ternyata bukan milik M, melainkan ponsel Buha Purba yang ia pinjamkan kepada seorang teman berinisial L. Tanpa sepengetahuan M, L menggunakan ponsel itu untuk mengirim pesan kepada seseorang berinisial W melalui akun TikTok lama.

“Dia cuma meminjamkan HP karena kasihan. Mengapa justru dia yang diseret sebagai tersangka?” tegas Buha Purba.

Dokumen Pro Justitia: Daftar Penanggung Jawab

Keluarga kemudian menunjukkan Lampiran Surat Perintah Penangkapan Pro Justitia tertanggal 26 September 2025 yang mencantumkan nama-nama personel pelaksana:

KOMPOL Dany Andhika Karya Gita, S.I.K., M.H, IPDA Danriani, S.H., Brigadir Ratu Canny, S.H, Briptu Yudha Talcha Prinsipia, S.H., M.H, Briptu Arry Aryadi, S.H, Briptu Rahmat Tul Qoori, S.H, Briptu Refandi Prayoga, S.H, Muhammad Ihsan, S.H.

Dokumen itu ditandatangani Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Boro Ridwan, S.I.K., M.H. Bagi keluarga, lampiran tersebut bukan sekadar dokumen, tetapi daftar nama yang harus menjelaskan prosedur yang dipersoalkan.

“Masyarakat berhak tahu siapa yang memimpin dan menyetujui tindakan seperti ini,” ujar Buha Purba.

Daftar Kejanggalan Penyidikan

Keluarga juga mengungkap sejumlah kejanggalan lain, gelar perkara kilat kurang dari satu jam, tidak adanya ahli digital forensik, saksi kunci yang tidak pernah dihadirkan, tidak ada SP2HP, penahanan kedua tanpa pemberitahuan resmi, hingga dugaan permintaan uang Rp10 juta oleh oknum penyidik untuk “mempercepat proses.”

“Kami pensiunan, Pak… uang sebanyak itu dari mana kami mengambilnya?” ujar Ganda sambil menahan emosi.

Pendapat Independen: “Cacat Fatal”

Pandangan eksternal juga memperkuat dugaan penyimpangan. Dr. Yudi Krismen, S.H., M.H., akademisi dan mantan penyidik, menilai penyidikan kasus M “mengandung cacat fatal” mulai dari subjek hukum yang keliru, barang bukti tidak relevan, hingga penetapan tersangka tanpa pemeriksaan ahli.

“Produk penyidikan semacam ini secara hukum tidak dapat dipertahankan,” tegasnya.

Bola Kini di Tangan Polda Riau

Pengaduan resmi telah disusun dan ditujukan kepada Kapolda Riau Irjen Pol Dr. Herry Heryawan, S.I.K., M.H., M.Hum., serta Kabid Propam Kombes Pol Harissandi, S.I.K., M.H., dengan tembusan ke berbagai pejabat Mabes Polri dan kejaksaan. Surat tersebut ditandatangani oleh dua purnawirawan yang dulu pernah mengenakan seragam yang sama dengan mereka yang kini mereka adukan, Buha Purba, S.H., dan Ganda Simatupang.

“Kami tidak menantang hukum. Kami menantang ketidakadilan,” tegas Ganda, kali ini bukan sebagai polisi, tetapi sebagai seorang ayah.

Kini publik menunggu jawaban satu institusi. Akankah Polda Riau menanggapi dengan transparansi dan tindakan tegas, atau membiarkan kasus ini menjadi noda baru dalam wajah penegakan hukum Indonesia?.**(Rls/Indra).

Sumber; Buha Purba.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*