Pekanbaru, Siletperistiwa.com – Ruang publik kembali diuji oleh narasi yang kabur antara fakta dan kepentingan. Kali ini, sorotan datang dari klaim “lebih dari 10 tahun pengalaman migas” yang dinilai tidak lahir dari rekam jejak operasional, melainkan dari tumpukan label akademik, pelatihan, serta jabatan non-lapangan yang dipoles seolah setara dengan karier hulu migas sesungguhnya.
Pengamat migas Riau, M. Yunus, menyampaikan kritik keras terhadap fenomena tersebut. Menurutnya, publik hari ini sedang dipertontonkan pada manipulasi makna yang berbahaya ketika pengalaman akademik dan aktivitas kemahasiswaan dipromosikan sebagai pengalaman industri penuh.
Yunus merujuk pada pernyataan yang dipublikasikan secara terbuka di platform profesional LinkedIn: “I am a petroleum geoscientist and an energy professional with more than 10 years experience.” Klaim itu, menurutnya, perlu diuji secara objektif dan kronologis.
“Seseorang yang menyebut dirinya petroleum geoscientist setidaknya pernah terlibat langsung dalam full field plan of development, termasuk reserve calculation pada skala basin. Klaim ini terasa terlalu berlebihan jika melihat latar belakang akademik yang bersangkutan, yang berbasis perikanan dari Faperi UNRI,” ujar Yunus, yang juga memiliki pengalaman bekerja di industri migas selama empat tahun. Rabu, (31/12/25).
Berdasarkan penelusuran terhadap profil profesional yang dipublikasikan secara terbuka, Yunus menjelaskan bahwa periode 2007 hingga 2021 nyaris sepenuhnya dihabiskan di bangku pendidikan formal mulai dari sarjana, magister, hingga doktoral di bidang kelautan. Selama kurang lebih 14 tahun, aktivitas utama yang dijalani adalah studi akademik.
Memang terdapat catatan keterlibatan dengan perusahaan migas global dalam periode tersebut. Namun, seluruhnya berstatus internship dan training, yang waktunya tumpang tindih langsung dengan masa studi S2 dan S3.
“Dalam dunia industri, menyamakan internship dengan pengalaman kerja penuh waktu adalah bentuk penyesatan terminologi. Itu bukan pekerjaan, melainkan bagian dari aktivitas kemahasiswaan,” tegasnya.
Setelah kelulusan doktoral pada 2021, barulah muncul rekam jejak profesional penuh waktu. Namun, jika dihitung secara jujur hingga 2025, total pengalaman kerja tersebut berkisar delapan tahun, dan bila disaring khusus pada sektor migas operasional, menyusut menjadi sekitar empat tahun. Itupun mayoritas berada pada fungsi:
• koordinasi,
• pengelolaan pemangku kepentingan,
• peran PI holder,
• serta jabatan akademik dan kebijakan.
Yunus menegaskan, tidak ditemukan jejak signifikan dalam operasi inti hulu migas—baik pada reservoir engineering, drilling, production, maupun pengambilan keputusan lapangan yang sarat risiko teknis dan tanggung jawab HSSE.
Namun, dari profil semacam inilah publik disuguhi klaim “10+ tahun pengalaman migas operasional”.
Fenomena ini, lanjutnya, menjelaskan mengapa sejumlah BUMD energi kerap dipimpin figur simbolik piawai di panggung seminar dan ruang rapat, namun asing terhadap tekanan rig, sumur mati, lonjakan water cut, atau keputusan shut-in bernilai jutaan dolar.
“Selama negara membiarkan manipulasi definisi ini, yang dibangun bukanlah kepemimpinan migas yang kokoh, melainkan branding kosong yang berpotensi merusak aset strategis nasional,” pungkas M. Yunus.**
Laporan; Erick

Leave a Reply