
SIAK, Siletperistiwa.com – Pembagian beras 5 Kilogram bertuliskan Alfedri-Husni dalam suatu kampanye Pasangan Calon Nomor 3 Calon Bupati dan Wakil Bupati Siak Alfedri-Husni Merza masih menjadi perbincangan. Banyak kalangan menilai pembagian beras dengan dilempar dari truk lalu dibagikan seperti mempermalukan masyarakat sebagai subjek demokrasi.
Pengamat Politik Universitas Lancang Kuning, Alexsander Yandra, S.IP, M.Si, Kamis (21/11/2025) bahkan mengatakan hal ini tak hanya sebagai pelanggaran etika politik dan aturan tapi juga menodai martabat masyarakat sebagai pemilih.
Menurutnya konteks kampanye dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur bahwa segala bentuk pemberian barang atau materi yang dapat dikaitkan dengan simbol kandidat dianggap sebagai politik transaksional, bukan kampanye yang sehat.
“Pasal 280 ayat (1) huruf j jelas melarang peserta pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk menarik dukungan,” katanya.
Terkait pembagian beras yang dilakukan dengan mencantumkan nama kandidat, nomor urut, atau simbol kampanye lain, dikatakannya tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai upaya memengaruhi pemilih melalui pemberian material, melanggar asas pemilu yang adil dan bebas dari pengaruh.
Dalam perspektif demokrasi pasar murah dalam kampanye memiliki potensi disalahgunakan untuk menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap kandidat tertentu, sehingga menggerus keadilan pemilu.Kampanye berbentuk bantuan material rentan menyasar kelompok masyarakat miskin dan menjadikannya alat manipulasi ekonomi yang bertentangan dengan prinsip kesetaraan politik.
Dalam tinjauan moral cara membagi beras dengan melemparkannya dari truk juga menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap martabat masyarakat. Ini menciptakan narasi eksploitasi rakyat kecil sebagai objek kampanye, bukan subjek demokrasi.
“Praktik ini bertentangan dengan nilai-nilai luhur demokrasi yang mengutamakan penghormatan terhadap rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Dalam perspektif sosial politik perlakuan seperti ini memperburuk citra politik lokal, memposisikan masyarakat sebagai penerima bantuan yang “tidak terorganisir” alih-alih peserta aktif dalam demokrasi,” ujarnya.
Dia menambahkan kampanye yang berbasis materi ini berisiko menciptakan kesenjangan persepsi antara rakyat kecil dan elit politik, memperkuat sikap apatis masyarakat terhadap proses politik. Untuk itu kandidat dan tim sukses harus diajak memahami bahwa pendekatan populisme ekonomi yang tidak etis bisa merusak kepercayaan publik terhadap demokrasi.
“Kampanye yang baik seharusnya berbasis dialog konstruktif, memberikan solusi nyata tanpa mempermalukan masyarakat,” sebutnya.
Maka dari itu, Komisi Pemilihan Umum harus memperjelas panduan teknis mengenai aktivitas yang diizinkan selama kampanye, termasuk pasar murah. Penegakan hukum perlu meninjau apakah kegiatan ini dilakukan dengan niat murni atau ada muatan politis yang melanggar aturan.
Leave a Reply